Rabu, 27 November 2013

ADAB ADAB UNTUK AL-QUR’AN




ADAB SEORANG PENGAJAR AL-QUR’AN ·         Mengajarkan Al-Qur’an hanya untuk mencari ridha Allah I.
·         Mengajarkan Al-Qur’an bukan bertujuan untuk mendapatkan balasan duniawi. Firman Allah I:
`tBur šc%x. ߃̍ムy^öym $u÷R9$# ¾ÏmÏ?÷sçR $pk÷]ÏB $tBur ¼çms9 Îû ÍotÅzFy$# `ÏB A=ŠÅÁ¯R ÇËÉÈ20. "Dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat".[1]Dan waspada untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber penghasilan, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan mengambil upah dari mengajar Al-Qur’an, semoga pendapat yang lebih dekat dengan kebenaran adalah pendapat yang membolehkannya, berdasarkan hadits Abi Said yang telah mengambil sekumpulan kambing sebagai upah atas kesembuhan orang yang diruqyahnya dengan surat Al-Fatihah.
·         Hendaklah dia waspada dari kesengajaan memperbanyak bacaan karena banyaknya orang yang meminta dan mendatanginya.
·         Hendaklah dia waspada jika bersikap tidak senang terhadap kecenderungan shahabat-shahabatnya untuk belajar Al-Qur’an kepada orang lain yang pernah belajar darinya.
·         Berakhlaq dengan adab-adab syara’.
·         Bersikap zuhud dan mencukupkan diri dengan bagian yang sedikit dari dunia.
·         Hendaklah ia bersikap tenang, berwibawa dan merendah diri.
·         Menjauhi ketawa dan senda gurau yang berlebihan.
·         Menggunakan hadits sebagai sandaran untuk bertasbih, berdo’a dan mengerjakan amal-amal yang utama
·         Waspada terhadap penyakit hati seperti hasad, bangga diri, riya’, bersikap melebihi orang lain atau merendahkannya….
·         Tidak memandang diri lebih baik dari salah seorang dari mereka.
·         Seyogyanya untuk bersikap kasih sayang terhadap orang yang belajar kepadanya, dan bergaul dengan lembut serta memberikan semangat bagi mereka untuk belajar.
·         Memberikan nasehat khususnya bagi orang yang belajar kepadanya sebatas kemampuannya.
·         Bersikap toleran saat mengajar.
·         Kasih sayang terhadap siswa, memperhatikan kemaslahatnnya sebagaimana ia memperhatikan kemaslahatan diri dan anaknya, seorang siswa diperlakukan seperti anaknya dalam kasih sayang, bersabar atas sikapnya yang kasar atau adabnya yang buruk serta menjelaskan keburukan sikap tersebut dengan cara yang lembut agar ia tidak kembali padanya.
·         Hendaklah dia menyenangi kebaikan bagi para siswanya seperti dia menyukainya untuk dirinya, dan membenci kekurangan bagi mereka sebagaimana hal tersebut dia benci bagi dirinya sendiri.
·         Hendaklah ia menjelaskan bagi mereka tentang keutamaan belajar untuk menambah motifasi mereka dan mendorong mereka untuk bersikap zuhud terhadap dunia.
·         Mendahulukan siswa atas kemaslahatan duniawi yang tidak primer.
·         Memberikan setiap siswa apa-apa yang sesuai (bagi dirinya), maka hendaklah ia tidak melimpahkan kadar yang banyak bagi siswa yang tidak mampu menerima yang banyak, dan tidak mengurangi pemberiannya terhadap siswa yang mampu menerima tambahan.
·         Memberikan dorongan bagi mereka untuk mengulangi hapalan-hapalan mereka.
·         Memberikan pujian kepada siswa yang rajin.
·         Hendaklah dia mengutamakan orang yang terlebih dahulu datang pada saat banyak murid-murid yang datang menyibukannya, dan janganlah mendahulukan orang yang tergesa-gesa mementingkan dirinya kecuali terdapat maslahat syar’i.
·         Mengamati keadaan mereka dan menanyakan murid yang tidak hadir.
·         Menjaga kedua tangan saat guru membacakan ayat baginya dari perbuatan sia-sia, dan menjaga pandangan yang liar tanpa kebutuhan.
·         Duduk menghadap kiblat setelah bersuci dengan penuh wibawa dan pakaian yang putih bersih, pada saat ia sudah sampai di tempat duduk hendaklah dia melakukan shalat dua rekaat pada tempat duduknya sebelum dia duduk.
·         Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud t membaca Al-Qur’an untuk orang lain dengan duduk secara berlutut.
·         Dianjurkan agar majlis seorang guru meluas agar bisa menampung para siswa yang belajar padanya.
·         Seyogyanya bagi seorang guru untuk tidak menghinakan ilmunya.

ADAB SEORANG PELAJAR DAN PENGAMAL AL-QUR’AN·         Berdo’a kepada Allah dengan jujur dan ikhlash agar diberikan pertolongan untuk menghapal Al-Qur’an dan dengan tujuan hanya untuk mencari keridhaan Allah baik dalam beramal dan berilmu.
·         Menghapal Al-Qur’an dan beramal dengannya akan menambah ketinggian derajat. Nabi r  bersabda:
        إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهذَا اْلِكتَابَ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ“Sesunguhnya Allah mengangkat derajat beberapa kaum dengan Al-Qur’an ini dan merendahkan yang lain”.[2]·         Menjauhi kesibukan yang menjauhkan dirinya dari memperoleh ilmu secara sempurna.
·         Menperoleh hafalan Al-Qur’an dengan cara talaqqi.[3]·         Waspada terhadap rasa putus asa yang mungkin mneyelimuti hati karena masa panjang yang dilalui untuk menghapal, Rasulullah r bersabda: “Sesungguhnya ilmu tersebut didapatkan dengan cara belajar”[4]·         Membaca tafsir untuk ayat yang sedang dihapal.
·         Mengkhususkan waktu tertentu untuk membaca dan menghapal.
·         Selalu menjaga waktu untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an:  “Sebab Al-Qur’an lebih mudah terlepas dari onta yang ada pada ikatannya”.
·         Membaca Al-Qur’an secara tartil, berdasarkan firman Allah I:
È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ4. Dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan".[5]Apabila melewati ayat-ayat rahmat maka ia segera mohon rahmat dan karunia dari Allah, dan jika melewati ayat-ayat azab maka ia segera berlindung kepada Allah darinya, hendaklah ia duduk menghadap kiblat dengan khusyu’, tenang dan berwibawa.
·         Dianjurkan membaca Al-Qur’an secara berurutan, apabila melewati ayat yang mengandung sujud tilawah maka disunnahkan baginya untuk bersujud. Apabila seseorang mengucapkan salam kepadanya saat ia membaca Al-Qur’an maka hendaklah ia menjawab salam, lalu berta’awwudz dan menyempurnakan bacaan.
·         Membaca apa-apa yang telah dihapal pada saat shalat malam, Rasulullah r bersabda:
إِذَا قَامَ صَاحِبُ اْلقُـرْآنِ فَقَرَأَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ذَكَـرَهُ وَإِنْ لَمْ يَقُمْ بِهِ نَسِيَهُ “Apabila seorang yang belajar Al-Qur’an bangun untuk membaca apa yang dihapalnya pada waktu siang dan malam maka ia pasti mengingatnya, dan jika ia tidak melakukannya niscaya akan dilupakannya”.[6]·         Waspada terhadap perbuatan maksiat. Di antara akibatnya adalah terlupanya ilmu dan hapalan.
·         Duduk di hadapan guru layaknya seorang murid, tidak mengangkat suara tanpa kebutuhan, tidak ketawa dan banyak bicara atau tidak menoleh ke kanan dan kiri tanpa kebutuhan.
·         Tidak memperdengarkan bacaan saat hati sang guru sedang sibuk atau bosan…dan bersabar atas kekasaran guru atau keburukan prilakunya. Apabila sang guru berbuat kasar kepadanya maka ia segera meminta maaf.
·         Saat mendatangi majlis gurunya, namun ia tidak melihatnya, hendaklah menunggu dan tetap berdiam di pintu. Dan apabila mendapatkan guru sedang sibuk maka ia minta izin untuk tetap menunggu.
·         Tidak masuk kepada gurunya tanpa minta izin kecuali jika berada pada tempat yang tidak membutuhkan izin, dan janganlah ia mengganggunya dengan terlalu banyak permintaan izin.
·         Merendah dan berakhlaq yang baik terhadap gurunya sekalipun usianya lebih kecil.
·         Selalu bersemangat untuk belajar, tidak puas dengan yang sedikit selama ia mampu berusaha memperoleh yang lebih banyak, dan tidak membebani diri dengan sesuatu yang tidak bisa ditanggung oleh dirinya demi mencegah kebosanan dan hilangnya apa yang telah didapatkan.
·         Bersikap merendah diri kepada orang-orang shaleh, orang-orang baik dan orang-orang miskin.
·         Pembawa dan pelajar Al-Qur’an harus berakhlaq dan berpenampilan yang sempurna, dan menjauhi diri dari segala yang dilarang oleh Al-Qur’an.
·         Ibnu Mas’ud berkata: “Seharusnya bagi pembawa Al-Qur’an dikenal (dengan ibadah) malamnya saat manusia tertidur, dan (ibadah) siangnya saat manusia tidak berpuasa, dengan kesedihannya saat manusia dalam kesenanganya, dengan tangisnya saat manusia ketawa, dengan diamnya saat manusia bicara serampangan, dengan kekhusyu’annya saat manusia berbangga diri, maka seharusnya ia menjadi orang yang suka menangis, sedih, bijaksana, alim, tenang, tidak kasar, lalai, berkata kotor, keras dan bersikap keras”[7]·         Menghormati ahlil Qur’an dan tidak menyakiti mereka.
 ADAB MEMBACA DAN PENGAJAR AL-QUR’AN·         Menjaga keikhlasan saat belajar dan membaca Al-Qur’an, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa ia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah r bersabda: Sesungguhnya orang yang paling pertama akan ditanya pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah, ia didatangkan lalu Allah memperlihatkan kepadanya nikmat-Nya sampai dia mengetahuinya. Allah bertanya kepadanya: “Apakah yang telah engkau perbuat di dunia?”, ia menjawab: “Aku telah berperang di jalanMu sampai aku mati syahid”. Allah membantahnya: “Engkau bohong, sebab engkau berperang agar orang mengatakan bahwa dirimu adalah seorang pemberani, dan itu telah dikatakan”, lalu diperintahkan untuk diseret di atas wajahnya lalu dicampakkan ke dalam api neraka. Dan seorang yang belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an, maka ia dihadpakan ke hadapanNya lalu Dia memperlihatkan nikamat-Nya sehingga ia mengetahuinya. Allah bertanya: “Apakah yang telah engkau perbuat di dunia?”. Ia menjawab: “Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an ikhlas semata untukMu”. Maka Allah membantahnya: “Kamu bohong, engkau belajar ilmu agar dikatakan sebagai orang yang alim, dan membaca Al-Qur’an agar dikatakan sebagai qori’, dan itu terjadi, lalu ia diperintahkan untuk diseret di atas wajahnya dan dilempar ke dalam neraka….”[8]·         Beramal sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an. Dijelaskan dalam sebuah riwayat yang panjang tentang mimpi Nabi r…dikatakan kepadanya: “Berjalanlah”, maka kami berjalan sampai mendatangi seseorang lelaki yang sedang terbaring di atas tengkuknya, dan seorang lelaki yang berdiri di atas kepalanya sambil membawa sebuah batu atau batu besar untuk membenturkan kepalanya sendiri pada batu tersebut sampai terlempar, lalu ia segera mengambilnya, dan dia tidak melakukan seperti apa yang telah dilakukannya sampai kepalanya pulih seperti semula, setelah pulih ia kembali memukulnya. Aku bertanya: “Siapakah orang ini?”, “Berjalanlah”, perintahnya. (lalu Nabi r menjelaskan tentang apa yang telah dilihatnya), dalam lanjutan sabdanya beliau mengatakan: Orang yang telah aku lihat memukul kepalanya  adalah seorang yang diajarkan oleh Allah Al-Qur’an namun ia tertidur darinya pada waktu malam dan tidak beramal dengannya pada waktu siang hari, itulah balasannya sampai hari kiamat”[9]·         Meningkatkan semangat untuk selalu mengingat kembali dan memperhatikan Al-Qur’an; berdasarkan sabda Rasulullah r:
تَعَاهَدُوْا الْقُرْآنَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَصِّيًا (أي تفلتا) مِنَ اْلإِبِلِ فِي عُقُلِهَا“Perhatikanlah Al-Qur’an demi yang jiwaku ada di tangan-Nya sesungguhnya ia lebih mudah terlepas dari seekor unta yang ada di dalam ikatannya”.[10]·         Janganlah engkau mengatakan: “Aku telah melupakannya”, tetapi katakanlah: Aku telah dibuat lupa, atau aku telah dibuat bimbang, atau dijadikan lupa, seperti yang diterangkan dalam Riwayat Abdullah bin Mas’ud t ia berkata: Rasulullah r bersabda: Sangat buruk apa yang dikatakan oleh seseorang: “Aku telah melupakan ayat ini dan ini akan tetapi ia telah dibuat lupa”.[11]·         Wajib untuk mentadabburi Al-Qur’an, berdasarkan firman Allah U:
Ÿxsùr& tbr㍭/ytFtƒ tb#uäöà)ø9$# 4 öqs9ur tb%x. ô`ÏB ÏZÏã ÎŽöxî «!$# (#rßy`uqs9 ÏmŠÏù $Zÿ»n=ÏF÷z$# #ZŽÏWŸ2 ÇÑËÈ .
82.  Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya".[12]·         Boleh membaca Al-Qur’an dengan cara berdiri, berjalan, berbaring dan berkendaraan, seperti yang dijelaskan dalam hadits Aisyah radhiallahu anha menceritakan bahwa Nabi r bersandar pada pahaku saat aku sedang kedatangan haid dan beliau membaca Al-Qur’an”.[13]·         Boleh menaruh mushaf di dalam kantong baju.
·         Dianjurkan agar membersihkan mulut dengan siwak sebelum membaca Al-Qur’an. Berdasarkan riwayat Abi Hudzaifah t ia berkata bahwasanya Nabi r apabila bangun pada waktu malam maka beliau menggosok mulutnya dengan siwak”.[14] ·         Termasuk sunnah membaca isti’adzah:
(أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ) dan membaca basmalah:
 (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ) kecuali saat membaca surat Al-Taubah, maka dia hanya berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk saat membaca surat Al-Taubah.[15]·         Ucapan ((صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْم setelah membaca Al-Qur’an dan melakukannya secar terus menerus adalah perbuatan yang tidak ada dasarnya.[16]·         Imam Nawawi berkata: Disunnahkan bagi seorang yang membaca Al-Qur’an jika ia memulai bacaannya dari pertengahan surat untuk mengawalinya dari awal kalimat yang mempunyai hubungan dengannya”.[17]·         Dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an secara tartil dan makruh membacanya dengan cara cepat yang berlebihan saat membaca Al-Qur’an, berdasarkan firman Allah I:
È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ4. Dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan".[18]Dianjurkan untuk memanjangkan mad saat membaca Al-Qur’an, Anas radhiallahu anhu pernah ditanya tentang sifat bacaan Rasulullah r?”, Dia menjawab bahwa sifat bacaan beliau adalah memanjangkan mad bacaannya, lalu dia mencontohkan dengan membaca بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ beliau memanjangkan kataبِسْمِ اللهِ , dan memanjangkanالرَّحْمنِ  dan memanjangkan bacaan الرَّحِيْمِ[19]·         Dianjurkan untuk memperindah suara saat membaca Al-Qur’an dan dilarang membacanya dengan suara yang kacau. Rasulullah r bersabda:
زَيِّنُوْا أَصْوَاتَكُمْ بِالْقُرْآن  “Hiasilah suaramu dengan membaca Al-Qur’an”.[20]·         Menangis saat membaca Al-Qur’an atau mendengarnya, diriwayatkan di dalam sunnah dari hadits Abdullah bin Al-Syakhir t ia berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِجَوْفِهِ أَزِيْزٌ كَأَزِيْزِ الْمِرْجَلِ يَعْنِي الْبُكَاءُ“Aku mendatangi Nabi r, (saat itu) dari dalam ternggorokan beliau terdengar isak tangis seperti suara periuk yang besar”.[21]·         Dianjurkan untuk membaca Al-Qur’an dengan suara yang nyaring jika hal tersebut tidak menimbulkan kegaduhan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id radhiallahu anhu bahwa Rasulullah r beri’tikaf di masjid dan beliau mendengar para shahabat membaca Al-Quran secara nyaring, maka beliau membuka tabir rumah beliau dan berkata:
أَلاَ كُلُّكُمْ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلاَ يـُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعُ بَعْضُكُمْ عَلىَ بَعْضٍ فِي اْلقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فيِ الصَّلاَةِ“Ketahuilah bahwa setiap kalian sedang bermunajat kepada Tuhannya, maka janganlah setiap kalian menyakiti yang lainnya dan jangan sebagian dari kalian mengangkat suaranya atas yang lain saat membaca Al-Qur’an”, atau beliau bersabda: “Saat shalat”.[22]·         Tidak ada do’a khusus untuk khatam Al-Qur’an[23], dan mengadakan acara tertentu untuk menyambut orang yang sudah sempurna menghafal Al-Qur’an tidak termasuk sunnah. Adapun acara-acara yang selalu diadakan oleh masyarakat dan dijadikan sebagai adat kebiasaan untuk mencerminkan rasa bahagia dengan nikmat menghafal Al-Qur’an, maka hal tersebut tidak apa-apa.[24]·         Menghentikan membaca Al-Qur’an saat terlalu mengantuk. Berdasarkan sabda Rasulullah r:
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فَاسْتَعْجَمَ اْلقُرْآنَ عَلىَ لِسَانِهِ فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُوْلُ فَلْيَضْطَجِعْ“Apabila salah seorang di antara kalian bangun untuk ibadah (pada waktu malam) lalu terbata-bata dengan lisannya saat membaca Al-Qur’an (karena mengantuk) sedang ia tidak sadar dengan apa yang dikatakannya maka hendaklah dia segera berbaring”.
·         Memilih tempat yang tenang dan waktu yang tepat; sebab hal itu akan lebih efektif untuk meningkatkan semangat dan kebersihan hati.
·         Mendengar dan memperhatikan dengan baik pada bacaan Al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah I:   
          وَإِذَا قُـرِأَ اْلقُـرْآنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُـرْحَمُوْنَ“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”[25].Hendaklah dia menjiwai setiap ayat yang dibacanya, memohon kepada Allah kenikmatan surga saat membaca ayat-ayat tentang surga dan berlindung kepada-Nya, saat melewati ayat-ayat tentang neraka. Firman Allah I mengatakan:
   كِتبٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيكَ مُبرَكٌ لِيَدَّبُّرُوْا ءَايتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الاَلْببِ    
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”.[26]·         Boleh bagi wanita yang sedang haid dan nifas membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf atau (boleh membacanya dengan cara) menyentuhnya pakai lapis sesuai dengan yang paling shahih dari pendapat para ulama; dan tidak terdapat riwayat dari Nabi r yang melarang hal tersebut.[27]·         Termasuk sunnah bertasbih saat membaca ayat-ayat yang menyebutkan tentang kemaha sucian Allah, dan berlindung kepada Allah saat melewati ayat-ayat yang menyebutkan tentang azab, serta meminta karunia Allah saat membaca ayat-ayat yang menyebutkan tentang rahmat Allah. Dalam hadits riwayat Hudzaifah radhiallahu anhu ia berkata: Apabila beliau melewati ayat-ayat yang menyebutkan kemaha sucian Allah beliau bertasbih, saat melewati ayat-ayat yang memerintahkan untuk berdo’a beliau berdo’a dan saat melewati ayat-ayat yang menyeru untuk berlindung beliau berlindung”.[28]·         Hendaklah seseorang membaca Al-Qur’an dalam keadaan berwudhu’, bersih pakaian, badan dan tempat, terdapat perbedaan ulama apakah anak kecil diwajibkan berwudu’ saat akan menyentuh mushaf atau tidak?, Yang lebih baik baginya adalah berwudhu’.[29]·         Dianjurkan untuk menyambung bacaan dan tidak memutus-mutuskannya, diriwayatkan oleh seorang tabi’i yang mulia, Nafi’ bahwa Ibnu Umar t saat membaca Al-Qur’an beliau tidak berbicara sampai dia selesai membacanya…”.[30]·         Termasuk sunnah melaksanakan sujud saat membaca ayat-ayat sujud.[31]·         Dimakruhkan mencium mushaf dan meletakkannya di antara kedua mata, hal ini biasanya terjadi saat setelah selesai membaca Al-Qur’an atau saat mushaf didapatkan tergeletak di tempat yang dihinakan.[32]·         Dimakruhkan menggantung ayat Al-Qur’an di atas tembok atau yang lainnya,[33] dan tidak sepantasnya Alqur’an hanya sekedar dijadikan sebagai pengganti dari berbagai bacaan-bacaan, paling ringan hukumnya adalah makruh.[34]
 


[1] QS.Asy-Syuro: 20.
[2] HR. Muslim
[3] Talaqqi adalah memperoleh hapalan dengan cara menyimak langsung dari sang guru.
[4] HR. Daruquthuni.
[5] QS. Al-Muzzammil: 4
[6] HR. Muslim Syarhun Nawawi 6/76, Silsilah Hadits Shahihah 597.
[7] Al-Adab Al-Syai’iyah 2/301
[8] HR. Muslim no: 1905
[9] HR. Bukhari no:1386.
[10] HR. Bukhari no: 5033.
[11] HR. Bukhari no: 5039 dan Muslim no: 790
[12] QS. An-Nisa’: 82
[13] HR. Bukahri no: 297, Muslim no: 301.
[14] HR. Bukhari no: 1136, Muslim no: 255.
[15] Beberapa bentuk ucapan isti’adzah yaitu:أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ   /1
2 /أَعُوْذُ بِاللهِ السميع العليم مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم من همزه ونفخه ونفثهِ-
 3/ أَعُوْذُ بِالسََّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم  ِsemua bentuk isti’azah ini disebutkan oleh Abu Dawud no: 1785. Bagi orang yang membaca Al-Qur’an dianjurkan untuk bergantian dalam mempergunakan isti’adzah tersebut. (Al-Syarhul Mum ti’ Ala Syarhu Zadil Mustaqni’ 3/71). Adapun tentang basmalah, diriwayatkan oleh Anas ra ia berkata: Saat Rasulullah r bersama kami pada sebuah majlis beliau terserang rasa mengantuk yang sangat, lalu beliau mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Maka kami bertanya: Apakah yang membuat anda tersenyum wahai Rasulullah?, beliau bersabda: Telah diturunkan kepadaku sebuah surat, lalu beliau membacanya: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ....  بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ HR. Muslim no: 400.
[16] Majlis ulama Suadi Arabia telah menelaskan dalam fatwanya no: 4310 bahwa ucapan: صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ adalah ucapan yang benar, namun membacanya secara terus menerus setelah selesai membaca Al-Qur’an adalah bid’ah, sebab perbuatan tersebut belum pernah dikerjakan oleh Nabi r, dan para khulafairrasyidin padahal mereka banyak membaca Al-Qur’an. Dan Nabi r bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُناَ فَهُوَ رَدٌّBarangsiapa yang mengerjakan sebuah perbuatan yang belum pernah kami perintahkan maka perbuatan tersebut menjadi tertolak” Dalam sebuah riwayat disebutkan:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْس مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ   ((Barangsiapa yang melakukan perkara baru dalam agama ini yang tidak kami perintahkan maka ia pasti tertolak)).
[17] Al-Adzkar, Imam Nawawi hal. 163
[18] QS. Al-Muzzammil: 4
[19] HR. Bukhari no: 5045
[20] HR. Abu Dawud no: 1468 dari hadits riwayat Al-Barro’ bin Azib ra, Al-Albani mengatkan bahwa hadits ini adalah shahih.
[21] Syarhus Sunnah Al-Bagawi no: 729.
[22] HR. Abu Dawud no: 1332, dan Al-Albani mengatkan bahwa hadits tersebut shahih.
[23] Badan fatwa ulama Saudi Arabia menegaskan bahwa do’a yang dinisbatkan kepada Syekhul Islam Ibnu Taimiyah tentang do’a khatmul Qur’an tidak diketahui kebenaran
[24] Disebutkan oleh syekh Abdur Rahman Al-Barrak
[25] QS. Al-A’rof: 204
[26] QS. Shaad: 29
[27] Fatwa lembaga fatwa Saudi Arbia no: 3713
[28] HR. Muslim
[29] Seperti yang dijelaskan oleh Al-Utsaimin rahimhullah (Al-Fatawa Al-Islamiyah)
[30] HR. Bukhari 4526.
[31] HR. Bukhari 1077
[32] Syaikhul Islam rahimahullah ditanya tentang berdiri untuk menghormati mushaf lalu menciumnya dan apakah dimakruhkan juga jika seseorang membuka mushaf untuk menumbuhkan semangat, beliau menjawab: Segala puji bagi Allah tentang berdiri untuk menghormati mushaf dan menciumnya, kami tidak mengetahui apapun dari perbuatan salaf tentang hal ini, dan imam Ahmad telah ditanya tantang hukum mencium mushaf, beliau menjawab: Aku tidak pernah mendengar riwayat apapun yang menjelaskan masalah ini, akan tetapi diriwayatkan dari Ikrimah bin Abi Jahl bahwa dia mambuka mushaf dan meletakkan mukanya di atas mushaf tersebut sambil mengatakan: firman Tuhanku, firman Tuhanku, tetapi generasi salaf tidak menjadikan berdiri untuk menghormati mushaf sebagai kebiasaan mereka (Majmu’ fatawa). Dan syaekh Bin Baz rahimhullah berkata: senadainya seseorang mencium mushaf karena terjatuh dari tangannya atau terjatuh dari tempat yang tinggi maka hal tersebut tidak mengapa.
[33] Fatwa lembaga fatwa Saudi Arabia no: 2078
[34] Seperti yang dikatakan oleh/ Abdul Aziz bin Baz Rahimhullah (Al-Ftawal Islamiyah).