ADAB SEORANG PENGAJAR AL-QUR’AN ·
Mengajarkan Al-Qur’an hanya untuk mencari
ridha Allah I.
·
Mengajarkan Al-Qur’an bukan bertujuan untuk
mendapatkan balasan duniawi. Firman Allah I:
`tBur c%x. ßÌã y^öym $u÷R9$# ¾ÏmÏ?÷sçR $pk÷]ÏB $tBur ¼çms9 Îû ÍotÅzFy$# `ÏB A=ÅÁ¯R ÇËÉÈ20.
"Dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan
kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu
bahagianpun di akhirat".Dan waspada untuk menjadikan Al-Qur’an
sebagai sumber penghasilan, para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan
mengambil upah dari mengajar Al-Qur’an, semoga pendapat yang lebih dekat dengan
kebenaran adalah pendapat yang membolehkannya, berdasarkan hadits Abi Said yang
telah mengambil sekumpulan kambing sebagai upah atas kesembuhan orang yang
diruqyahnya dengan surat Al-Fatihah.
·
Hendaklah dia waspada dari
kesengajaan memperbanyak bacaan karena banyaknya orang yang meminta dan
mendatanginya.
·
Hendaklah dia waspada jika bersikap tidak
senang terhadap kecenderungan shahabat-shahabatnya untuk belajar Al-Qur’an
kepada orang lain yang pernah belajar darinya.
·
Berakhlaq dengan adab-adab
syara’.
·
Bersikap zuhud dan mencukupkan
diri dengan bagian yang sedikit dari dunia.
·
Hendaklah ia bersikap tenang,
berwibawa dan merendah diri.
·
Menjauhi ketawa dan senda gurau
yang berlebihan.
·
Menggunakan hadits sebagai
sandaran untuk bertasbih, berdo’a dan mengerjakan amal-amal yang utama
·
Waspada terhadap penyakit hati
seperti hasad, bangga diri, riya’, bersikap melebihi orang lain atau
merendahkannya….
·
Tidak memandang diri lebih baik
dari salah seorang dari mereka.
·
Seyogyanya untuk bersikap kasih
sayang terhadap orang yang belajar kepadanya, dan bergaul dengan lembut serta
memberikan semangat bagi mereka untuk belajar.
·
Memberikan nasehat khususnya bagi
orang yang belajar kepadanya sebatas kemampuannya.
·
Bersikap toleran saat mengajar.
·
Kasih sayang terhadap siswa,
memperhatikan kemaslahatnnya sebagaimana ia memperhatikan kemaslahatan diri dan
anaknya, seorang siswa diperlakukan seperti anaknya dalam kasih sayang,
bersabar atas sikapnya yang kasar atau adabnya yang buruk serta menjelaskan
keburukan sikap tersebut dengan cara yang lembut agar ia tidak kembali padanya.
·
Hendaklah dia menyenangi kebaikan
bagi para siswanya seperti dia menyukainya untuk dirinya, dan membenci
kekurangan bagi mereka sebagaimana hal tersebut dia benci bagi dirinya sendiri.
·
Hendaklah ia menjelaskan bagi
mereka tentang keutamaan belajar untuk menambah motifasi mereka dan mendorong
mereka untuk bersikap zuhud terhadap dunia.
·
Mendahulukan siswa atas
kemaslahatan duniawi yang tidak primer.
·
Memberikan setiap siswa apa-apa
yang sesuai (bagi dirinya), maka hendaklah ia tidak melimpahkan kadar yang
banyak bagi siswa yang tidak mampu menerima yang banyak, dan tidak mengurangi
pemberiannya terhadap siswa yang mampu menerima tambahan.
·
Memberikan dorongan bagi mereka
untuk mengulangi hapalan-hapalan mereka.
·
Memberikan pujian kepada siswa
yang rajin.
·
Hendaklah dia mengutamakan orang
yang terlebih dahulu datang pada saat banyak murid-murid yang datang
menyibukannya, dan janganlah mendahulukan orang yang tergesa-gesa mementingkan
dirinya kecuali terdapat maslahat syar’i.
·
Mengamati keadaan mereka dan
menanyakan murid yang tidak hadir.
·
Menjaga kedua tangan saat guru
membacakan ayat baginya dari perbuatan sia-sia, dan menjaga pandangan yang liar
tanpa kebutuhan.
·
Duduk menghadap kiblat setelah
bersuci dengan penuh wibawa dan pakaian yang putih bersih, pada saat ia sudah
sampai di tempat duduk hendaklah dia melakukan shalat dua rekaat pada tempat
duduknya sebelum dia duduk.
·
Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud t membaca Al-Qur’an untuk orang lain dengan duduk secara berlutut.
·
Dianjurkan agar majlis seorang
guru meluas agar bisa menampung para siswa yang belajar padanya.
·
Seyogyanya bagi seorang guru
untuk tidak menghinakan ilmunya.
ADAB SEORANG PELAJAR DAN PENGAMAL AL-QUR’AN·
Berdo’a kepada Allah dengan jujur
dan ikhlash agar diberikan pertolongan untuk menghapal Al-Qur’an dan dengan
tujuan hanya untuk mencari keridhaan Allah baik dalam beramal dan berilmu.
·
Menghapal Al-Qur’an dan beramal
dengannya akan menambah ketinggian derajat. Nabi r
bersabda:
إِنَّ اللهَ
يَرْفَعُ بِهذَا اْلِكتَابَ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ“Sesunguhnya Allah mengangkat
derajat beberapa kaum dengan Al-Qur’an ini dan merendahkan yang lain”.·
Menjauhi kesibukan yang
menjauhkan dirinya dari memperoleh ilmu secara sempurna.
·
Menperoleh hafalan Al-Qur’an
dengan cara talaqqi.·
Waspada terhadap rasa putus asa
yang mungkin mneyelimuti hati karena masa panjang yang dilalui untuk menghapal,
Rasulullah r bersabda: “Sesungguhnya ilmu tersebut didapatkan dengan cara
belajar”·
Membaca tafsir untuk ayat yang
sedang dihapal.
·
Mengkhususkan waktu tertentu
untuk membaca dan menghapal.
·
Selalu menjaga waktu untuk
memperbanyak membaca Al-Qur’an: “Sebab
Al-Qur’an lebih mudah terlepas dari onta yang ada pada ikatannya”.
·
Membaca Al-Qur’an secara tartil,
berdasarkan firman Allah I:
È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ4. Dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan".Apabila melewati ayat-ayat rahmat maka ia segera mohon rahmat dan
karunia dari Allah, dan jika melewati ayat-ayat azab maka ia segera berlindung
kepada Allah darinya, hendaklah ia duduk menghadap kiblat dengan khusyu’,
tenang dan berwibawa.
·
Dianjurkan membaca Al-Qur’an
secara berurutan, apabila melewati ayat yang mengandung sujud tilawah maka
disunnahkan baginya untuk bersujud. Apabila seseorang mengucapkan salam
kepadanya saat ia membaca Al-Qur’an maka hendaklah ia menjawab salam, lalu
berta’awwudz dan menyempurnakan bacaan.
·
Membaca apa-apa yang telah
dihapal pada saat shalat malam, Rasulullah r bersabda:
إِذَا قَامَ صَاحِبُ اْلقُـرْآنِ فَقَرَأَهُ بِاللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ ذَكَـرَهُ وَإِنْ لَمْ يَقُمْ بِهِ نَسِيَهُ “Apabila seorang yang belajar Al-Qur’an bangun
untuk membaca apa yang dihapalnya pada waktu siang dan malam maka ia pasti
mengingatnya, dan jika ia tidak melakukannya niscaya akan dilupakannya”.·
Waspada terhadap perbuatan
maksiat. Di antara akibatnya adalah terlupanya ilmu dan hapalan.
·
Duduk di hadapan guru layaknya
seorang murid, tidak mengangkat suara tanpa kebutuhan, tidak ketawa dan banyak
bicara atau tidak menoleh ke kanan dan kiri tanpa kebutuhan.
·
Tidak memperdengarkan bacaan saat
hati sang guru sedang sibuk atau bosan…dan bersabar atas kekasaran guru atau
keburukan prilakunya. Apabila sang guru berbuat kasar kepadanya maka ia segera
meminta maaf.
·
Saat mendatangi majlis gurunya,
namun ia tidak melihatnya, hendaklah menunggu dan tetap berdiam di pintu. Dan
apabila mendapatkan guru sedang sibuk maka ia minta izin untuk tetap menunggu.
·
Tidak masuk kepada gurunya tanpa
minta izin kecuali jika berada pada tempat yang tidak membutuhkan izin, dan
janganlah ia mengganggunya dengan terlalu banyak permintaan izin.
·
Merendah dan berakhlaq yang baik
terhadap gurunya sekalipun usianya lebih kecil.
·
Selalu bersemangat untuk belajar,
tidak puas dengan yang sedikit selama ia mampu berusaha memperoleh yang lebih
banyak, dan tidak membebani diri dengan sesuatu yang tidak bisa ditanggung oleh
dirinya demi mencegah kebosanan dan hilangnya apa yang telah didapatkan.
·
Bersikap merendah diri kepada
orang-orang shaleh, orang-orang baik dan orang-orang miskin.
·
Pembawa dan pelajar Al-Qur’an
harus berakhlaq dan berpenampilan yang sempurna, dan menjauhi diri dari segala
yang dilarang oleh Al-Qur’an.
·
Ibnu Mas’ud berkata: “Seharusnya
bagi pembawa Al-Qur’an dikenal (dengan ibadah) malamnya saat manusia tertidur,
dan (ibadah) siangnya saat manusia tidak berpuasa, dengan kesedihannya saat
manusia dalam kesenanganya, dengan tangisnya saat manusia ketawa, dengan
diamnya saat manusia bicara serampangan, dengan kekhusyu’annya saat manusia
berbangga diri, maka seharusnya ia menjadi orang yang suka menangis, sedih,
bijaksana, alim, tenang, tidak kasar, lalai, berkata kotor, keras dan bersikap
keras”·
Menghormati ahlil Qur’an dan
tidak menyakiti mereka.
ADAB MEMBACA DAN PENGAJAR
AL-QUR’AN·
Menjaga keikhlasan saat belajar
dan membaca Al-Qur’an, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu
anhu bahwa ia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah r bersabda: Sesungguhnya orang yang paling pertama akan ditanya
pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah, ia didatangkan
lalu Allah memperlihatkan kepadanya nikmat-Nya sampai dia mengetahuinya. Allah
bertanya kepadanya: “Apakah yang telah engkau perbuat di dunia?”, ia menjawab:
“Aku telah berperang di jalanMu sampai aku mati syahid”. Allah membantahnya:
“Engkau bohong, sebab engkau berperang agar orang mengatakan bahwa dirimu
adalah seorang pemberani, dan itu telah dikatakan”, lalu diperintahkan untuk
diseret di atas wajahnya lalu dicampakkan ke dalam api neraka. Dan seorang yang
belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an, maka ia dihadpakan ke
hadapanNya lalu Dia memperlihatkan nikamat-Nya sehingga ia mengetahuinya. Allah
bertanya: “Apakah yang telah engkau perbuat di dunia?”. Ia menjawab: “Aku
menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an ikhlas semata
untukMu”. Maka Allah membantahnya: “Kamu bohong, engkau belajar ilmu agar
dikatakan sebagai orang yang alim, dan membaca Al-Qur’an agar dikatakan sebagai
qori’, dan itu terjadi, lalu ia diperintahkan untuk diseret di atas wajahnya
dan dilempar ke dalam neraka….”·
Beramal sesuai dengan tuntunan
Al-Qur’an. Dijelaskan dalam sebuah riwayat yang panjang tentang mimpi Nabi r…dikatakan kepadanya: “Berjalanlah”, maka kami berjalan sampai
mendatangi seseorang lelaki yang sedang terbaring di atas tengkuknya, dan
seorang lelaki yang berdiri di atas kepalanya sambil membawa sebuah batu atau
batu besar untuk membenturkan kepalanya sendiri pada batu tersebut sampai
terlempar, lalu ia segera mengambilnya, dan dia tidak melakukan seperti apa
yang telah dilakukannya sampai kepalanya pulih seperti semula, setelah pulih ia
kembali memukulnya. Aku bertanya: “Siapakah orang ini?”, “Berjalanlah”,
perintahnya. (lalu Nabi r menjelaskan tentang apa yang telah dilihatnya), dalam lanjutan
sabdanya beliau mengatakan: Orang yang telah aku lihat memukul kepalanya adalah seorang yang diajarkan oleh Allah
Al-Qur’an namun ia tertidur darinya pada waktu malam dan tidak beramal
dengannya pada waktu siang hari, itulah balasannya sampai hari kiamat”·
Meningkatkan semangat untuk
selalu mengingat kembali dan memperhatikan Al-Qur’an; berdasarkan sabda
Rasulullah r:
تَعَاهَدُوْا الْقُرْآنَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ
تَفَصِّيًا (أي تفلتا) مِنَ اْلإِبِلِ فِي عُقُلِهَا“Perhatikanlah Al-Qur’an
demi yang jiwaku ada di tangan-Nya sesungguhnya ia lebih mudah terlepas dari
seekor unta yang ada di dalam ikatannya”.·
Janganlah engkau mengatakan: “Aku
telah melupakannya”, tetapi katakanlah: Aku telah dibuat lupa, atau aku telah
dibuat bimbang, atau dijadikan lupa, seperti yang diterangkan dalam Riwayat
Abdullah bin Mas’ud t ia berkata: Rasulullah r bersabda: Sangat buruk apa yang dikatakan oleh seseorang: “Aku
telah melupakan ayat ini dan ini akan tetapi ia telah dibuat lupa”.·
Wajib untuk mentadabburi
Al-Qur’an, berdasarkan firman Allah U:
xsùr& tbrã/ytFt tb#uäöà)ø9$# 4 öqs9ur tb%x. ô`ÏB ÏZÏã Îöxî «!$# (#rßy`uqs9 ÏmÏù $Zÿ»n=ÏF÷z$# #ZÏW2 ÇÑËÈ .
82. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al
Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya".·
Boleh membaca Al-Qur’an dengan
cara berdiri, berjalan, berbaring dan berkendaraan, seperti yang dijelaskan
dalam hadits Aisyah radhiallahu anha menceritakan bahwa Nabi r bersandar pada pahaku saat aku sedang kedatangan haid dan beliau
membaca Al-Qur’an”.·
Boleh menaruh mushaf di dalam
kantong baju.
·
Dianjurkan agar membersihkan
mulut dengan siwak sebelum membaca Al-Qur’an. Berdasarkan riwayat Abi Hudzaifah
t ia berkata bahwasanya Nabi r apabila bangun pada waktu malam maka beliau menggosok mulutnya
dengan siwak”.
·
Termasuk sunnah membaca
isti’adzah:
(أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ) dan membaca basmalah:
(بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ
الرَّحِيْمِ) kecuali saat membaca surat Al-Taubah, maka dia hanya berlindung kepada Allah
dari godaan setan yang terkutuk saat membaca surat Al-Taubah.·
Ucapan ((صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْم setelah
membaca Al-Qur’an dan melakukannya secar terus menerus adalah perbuatan yang
tidak ada dasarnya.·
Imam Nawawi berkata: Disunnahkan
bagi seorang yang membaca Al-Qur’an jika ia memulai bacaannya dari pertengahan surat untuk mengawalinya
dari awal kalimat yang mempunyai hubungan dengannya”.·
Dianjurkan untuk membaca
Al-Qur’an secara tartil dan makruh membacanya dengan cara cepat yang berlebihan
saat membaca Al-Qur’an, berdasarkan firman Allah I:
È@Ïo?uur tb#uäöà)ø9$# ¸xÏ?ös? ÇÍÈ4. Dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan".Dianjurkan untuk memanjangkan mad
saat membaca Al-Qur’an, Anas radhiallahu anhu pernah ditanya tentang sifat
bacaan Rasulullah r?”, Dia menjawab bahwa sifat bacaan beliau adalah memanjangkan mad
bacaannya, lalu dia mencontohkan dengan membaca بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ
الرَّحِيْمِ beliau memanjangkan kataبِسْمِ اللهِ , dan memanjangkanالرَّحْمنِ dan memanjangkan bacaan الرَّحِيْمِ·
Dianjurkan untuk memperindah
suara saat membaca Al-Qur’an dan dilarang membacanya dengan suara yang kacau.
Rasulullah r bersabda:
زَيِّنُوْا أَصْوَاتَكُمْ
بِالْقُرْآن “Hiasilah suaramu dengan membaca
Al-Qur’an”.·
Menangis saat membaca Al-Qur’an
atau mendengarnya, diriwayatkan di dalam sunnah dari hadits Abdullah bin Al-Syakhir
t ia berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِجَوْفِهِ
أَزِيْزٌ كَأَزِيْزِ الْمِرْجَلِ يَعْنِي الْبُكَاءُ“Aku mendatangi Nabi r, (saat itu) dari dalam ternggorokan beliau terdengar isak tangis
seperti suara periuk yang besar”.·
Dianjurkan untuk membaca
Al-Qur’an dengan suara yang nyaring jika hal tersebut tidak menimbulkan
kegaduhan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id radhiallahu anhu bahwa
Rasulullah r beri’tikaf di masjid dan beliau mendengar para shahabat membaca
Al-Quran secara nyaring, maka beliau membuka tabir rumah beliau dan berkata:
أَلاَ كُلُّكُمْ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلاَ يـُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ
بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعُ بَعْضُكُمْ عَلىَ بَعْضٍ فِي اْلقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فيِ
الصَّلاَةِ“Ketahuilah bahwa setiap
kalian sedang bermunajat kepada Tuhannya, maka janganlah setiap kalian menyakiti
yang lainnya dan jangan sebagian dari kalian mengangkat suaranya atas yang lain
saat membaca Al-Qur’an”, atau beliau bersabda: “Saat shalat”.·
Tidak ada do’a khusus untuk
khatam Al-Qur’an,
dan mengadakan acara tertentu untuk menyambut orang yang sudah sempurna
menghafal Al-Qur’an tidak termasuk sunnah. Adapun acara-acara yang selalu
diadakan oleh masyarakat dan dijadikan sebagai adat kebiasaan untuk
mencerminkan rasa bahagia dengan nikmat menghafal Al-Qur’an, maka hal tersebut
tidak apa-apa.·
Menghentikan membaca Al-Qur’an
saat terlalu mengantuk. Berdasarkan sabda Rasulullah r:
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ فَاسْتَعْجَمَ اْلقُرْآنَ عَلىَ لِسَانِهِ
فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُوْلُ فَلْيَضْطَجِعْ“Apabila salah seorang
di antara kalian bangun untuk ibadah (pada waktu malam) lalu terbata-bata
dengan lisannya saat membaca Al-Qur’an (karena mengantuk) sedang ia tidak sadar
dengan apa yang dikatakannya maka hendaklah dia segera berbaring”.
·
Memilih tempat yang tenang dan
waktu yang tepat; sebab hal itu akan lebih efektif untuk meningkatkan semangat
dan kebersihan hati.
·
Mendengar dan memperhatikan
dengan baik pada bacaan Al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah I:
وَإِذَا قُـرِأَ
اْلقُـرْآنُ فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُـرْحَمُوْنَ“Dan apabila dibacakan
Al-Qur’an maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar
kamu mendapat rahmat”.Hendaklah dia menjiwai setiap
ayat yang dibacanya, memohon kepada Allah kenikmatan surga saat membaca
ayat-ayat tentang surga dan berlindung kepada-Nya, saat melewati ayat-ayat
tentang neraka. Firman Allah I mengatakan:
كِتبٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيكَ مُبرَكٌ
لِيَدَّبُّرُوْا ءَايتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الاَلْببِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh
dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”.·
Boleh bagi wanita yang sedang
haid dan nifas membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf atau (boleh membacanya
dengan cara) menyentuhnya pakai lapis sesuai dengan yang paling shahih dari
pendapat para ulama; dan tidak terdapat riwayat dari Nabi r yang melarang hal tersebut.·
Termasuk sunnah bertasbih saat membaca
ayat-ayat yang menyebutkan tentang kemaha sucian Allah, dan berlindung kepada
Allah saat melewati ayat-ayat yang menyebutkan tentang azab, serta meminta
karunia Allah saat membaca ayat-ayat yang menyebutkan tentang rahmat Allah.
Dalam hadits riwayat Hudzaifah radhiallahu anhu ia berkata: Apabila beliau
melewati ayat-ayat yang menyebutkan kemaha sucian Allah beliau bertasbih, saat
melewati ayat-ayat yang memerintahkan untuk berdo’a beliau berdo’a dan saat
melewati ayat-ayat yang menyeru untuk berlindung beliau berlindung”.·
Hendaklah seseorang membaca
Al-Qur’an dalam keadaan berwudhu’, bersih pakaian, badan dan tempat, terdapat
perbedaan ulama apakah anak kecil diwajibkan berwudu’ saat akan menyentuh
mushaf atau tidak?, Yang lebih baik baginya adalah berwudhu’.·
Dianjurkan untuk menyambung
bacaan dan tidak memutus-mutuskannya, diriwayatkan oleh seorang tabi’i yang
mulia, Nafi’ bahwa Ibnu Umar t saat membaca Al-Qur’an beliau tidak berbicara sampai dia selesai
membacanya…”.·
Termasuk sunnah melaksanakan sujud
saat membaca ayat-ayat sujud.·
Dimakruhkan mencium mushaf dan
meletakkannya di antara kedua mata, hal ini biasanya terjadi saat setelah
selesai membaca Al-Qur’an atau saat mushaf didapatkan tergeletak di tempat yang
dihinakan.·
Dimakruhkan menggantung ayat
Al-Qur’an di atas tembok atau yang lainnya, dan tidak sepantasnya
Alqur’an hanya sekedar dijadikan sebagai pengganti dari berbagai bacaan-bacaan,
paling ringan hukumnya adalah makruh.
QS.Asy-Syuro: 20.
HR.
Muslim
Talaqqi
adalah memperoleh hapalan dengan cara menyimak langsung dari sang guru.
HR.
Daruquthuni.
QS.
Al-Muzzammil: 4
HR.
Muslim Syarhun Nawawi 6/76, Silsilah Hadits Shahihah 597.
Al-Adab
Al-Syai’iyah 2/301
HR.
Muslim no: 1905
HR.
Bukhari no:1386.
HR.
Bukhari no: 5033.
HR.
Bukhari no: 5039 dan Muslim no: 790
QS.
An-Nisa’: 82
HR.
Bukahri no: 297, Muslim no: 301.
HR.
Bukhari no: 1136, Muslim no: 255.
Beberapa bentuk ucapan isti’adzah yaitu:أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ /1
2 /أَعُوْذُ بِاللهِ السميع العليم مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم من
همزه ونفخه ونفثهِ-
3/ أَعُوْذُ بِالسََّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ
الرَّجِيْم ِsemua bentuk isti’azah ini disebutkan oleh
Abu Dawud no: 1785. Bagi orang yang membaca Al-Qur’an dianjurkan untuk bergantian
dalam mempergunakan isti’adzah tersebut. (Al-Syarhul Mum ti’ Ala Syarhu Zadil
Mustaqni’ 3/71). Adapun tentang basmalah, diriwayatkan oleh Anas ra ia berkata:
Saat Rasulullah r bersama kami pada sebuah majlis beliau terserang rasa mengantuk
yang sangat, lalu beliau mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Maka kami
bertanya: Apakah yang membuat anda tersenyum wahai Rasulullah?, beliau
bersabda: Telah diturunkan kepadaku sebuah surat, lalu beliau membacanya: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ.... بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ
الرَّحِيْمِ HR. Muslim no: 400.
Majlis
ulama Suadi Arabia telah menelaskan dalam
fatwanya no: 4310 bahwa ucapan: صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ adalah ucapan yang
benar, namun membacanya secara terus menerus setelah selesai membaca Al-Qur’an
adalah bid’ah, sebab perbuatan tersebut belum pernah dikerjakan oleh Nabi r, dan para khulafairrasyidin padahal mereka banyak membaca
Al-Qur’an. Dan Nabi r bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُناَ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa yang
mengerjakan sebuah perbuatan yang belum pernah kami perintahkan maka perbuatan
tersebut menjadi tertolak” Dalam sebuah riwayat disebutkan:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْس مِنْهُ فَهُوَ
رَدٌّ ((Barangsiapa yang melakukan perkara baru dalam agama ini yang
tidak kami perintahkan maka ia pasti tertolak)).
Al-Adzkar, Imam Nawawi hal. 163
QS.
Al-Muzzammil: 4
HR.
Bukhari no: 5045
HR. Abu
Dawud no: 1468 dari hadits riwayat Al-Barro’ bin Azib ra, Al-Albani mengatkan
bahwa hadits ini adalah shahih.
Syarhus
Sunnah Al-Bagawi no: 729.
HR. Abu
Dawud no: 1332, dan Al-Albani mengatkan bahwa hadits tersebut shahih.
Badan
fatwa ulama Saudi Arabia
menegaskan bahwa do’a yang dinisbatkan kepada Syekhul Islam Ibnu Taimiyah
tentang do’a khatmul Qur’an tidak diketahui kebenaran
Disebutkan oleh syekh Abdur Rahman Al-Barrak
QS.
Al-A’rof: 204
QS.
Shaad: 29
Fatwa
lembaga fatwa Saudi Arbia no: 3713
HR.
Muslim
Seperti
yang dijelaskan oleh Al-Utsaimin rahimhullah (Al-Fatawa Al-Islamiyah)
HR.
Bukhari 4526.
HR.
Bukhari 1077
Syaikhul Islam rahimahullah ditanya tentang berdiri untuk menghormati mushaf
lalu menciumnya dan apakah dimakruhkan juga jika seseorang membuka mushaf untuk
menumbuhkan semangat, beliau menjawab: Segala puji bagi Allah
tentang berdiri untuk menghormati mushaf dan menciumnya, kami tidak mengetahui
apapun dari perbuatan salaf tentang hal ini, dan imam Ahmad telah ditanya
tantang hukum mencium mushaf, beliau menjawab: Aku tidak pernah mendengar
riwayat apapun yang menjelaskan masalah ini, akan tetapi diriwayatkan dari
Ikrimah bin Abi Jahl bahwa dia mambuka mushaf dan meletakkan mukanya di atas
mushaf tersebut sambil mengatakan: firman Tuhanku, firman Tuhanku, tetapi
generasi salaf tidak menjadikan berdiri untuk menghormati mushaf sebagai
kebiasaan mereka (Majmu’ fatawa). Dan syaekh Bin Baz rahimhullah berkata:
senadainya seseorang mencium mushaf karena terjatuh dari tangannya atau
terjatuh dari tempat yang tinggi maka hal tersebut tidak mengapa.
Fatwa
lembaga fatwa Saudi Arabia
no: 2078
Seperti
yang dikatakan oleh/ Abdul Aziz bin Baz Rahimhullah (Al-Ftawal Islamiyah).