Jumat, 22 Maret 2013

FIQIH


AHMAD SULAIMAN NASUTION
FAKULTAS TARBIYAH IAIN-SU
MEDAN
31 11 3 067
 

BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang Masalah
 Manusia adalah makhluk yang paling utama yang diciptakan oleh Allah SWT di muka bumi ini untuk memakmurkan, memelihara, mengelolah, memanfaatkan dan menyelenggarakan kehidupan di muka bumi ini dalam rangka pengapdian kepada Allah SWT itu tidak putus, maka manusia dibekali keinginan terhadap lawan jenis dan saling membutuhkan untuk menumpahkan rasa kasih sayang sekaligus sebagai realisasi penyaluran kebutuhan biologisnya.
 Perkawinan merupakan jalan untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan sejahtera yang diridhoi dan diberkahi oleh Allah SWT. Perkawinan juga merupakan sunnah Rasulullah SAW, dimana sebagai umatnya kita harus mengikuti.

1.2 Rumusan Masalah
 berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di ambil rumusan masalah sebagai berikut :

Bagaimana pengertian perkawinan menurut islam ?

Bagaimana tujuan perkawinan ?

Bagaimana hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga ?


Tujuan Penulisan
Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka penulisan ini mempunyai tujuan sebagai berikut :

 untuk mengetahui peranan perkawinan dalam kehidupan

 untuk mengetahui tujuan dari pernikahan

 untuk mengetahui hikmah pernikahan

Dasar Pandangan
Sebagaimana hal ini diterangkan dalam firman Allah SWT dalam ( Q.S Ar-Rum:21) yang artinya:
“ Dan di antara kebesaran-Nya adalah dikaruniakan bagimu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu merasa tentram denganya dan Allah menciptakan di antara keduanya perasaan cinta dan kasih sayang sesungguhnya yang demikian itu adalah menjadi bukti bagi mereka yang mau berfikir.”
 Sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadits (H.R. Muttafaq'alih) yang artinya :
“ hai para pemuda barang siapa di antara kamu yang telah sanggup menikah maka hendaklah menikah. Karena sesungguhnya nikah itu dapat mencegah dari memandang barang haram dan menjaga kesucian kemaluan. Sedangkan barang siapa yang tidak sanggup hendaklah berpuasa karena puasa itu adalah perisai baginya.
1.5 Metode Penulisan
Dalam metode penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kualitatif dan studi pustaka yang dilakukan dengan menerangkan segala sesuatu tentang Pernikahan.
















BAB II
PERNIKAHAN


Hukum Islam Tentang Pernikahan
2.1.1 Islam Menganjurkan Nikah
 Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
 “Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi” .

2.1.2 Islam Tidak Menyukai Membujang
 Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau bersabda :
 “Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat.”
       Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya bersabda :

 “Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku”

 2.1.3 Kedudukan Perkawinan dalam Islam

 Wajib kepada orang yang mempunyai nafsu yang kuat sehingga bias menjerumuskannya ke lembah maksiat (zina dan sebagainya) sedangkan ia seorang yang mampu.disini mampu bermaksud ia mampu membayar mahar(mas berkahminan/dower) dan mampu nafkah kepada calon isterinya.

 Sunat kepada orang yang mampu tetapi dapat mengawal nafsunya.

 Harus kepada orang yang tidak ada padanya larangan untuk berkahwin dan ini merupakan hukum asal perkawinan

 Makruh kepada orang yang tidak berkemampuan dari segi nafkah batin dan lahir tetapi sekadar tidak memberi kemudaratan kepada isteri.

 Haram kepada orang yang tidak berkempuan untuk memberi nafkah batin dan lahir dan ia sendiri tidak berkuasa (lemah), tidak punya keinginan menikah serta akan menganiaya isteri jika dia menikah.

Tujuan Perkawinan dalam Islam
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
 Perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.



2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
 Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
 “Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.

 3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut :
 “Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim.”
 Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :


 “Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “
       Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib.

 4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
 Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .? Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka akan memperoleh pahala !” .

5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman : “Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”.
 Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar.
Hikmah Perkahwinan
 • cara yang halal untuk menyalurkanm nafsu seks.
 • Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman
 • Memelihara kesucian diri
 • Melaksanakan tuntutan syariat
 • Menjaga keturunan
 • Sebagai media pendidikan:
 • Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab
 • Dapat mengeratkan silaturahim
2.2 Tata Cara Perkawinan Dalam Islam

 Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan seperlunya :

 Khitbah (Peminangan)
 Seorang muslim yang akan menikahi seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi).

 Aqad Nikah
 Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
 a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
 b. Adanya Ijab Qabul.
 a) Syarat ijab
 • Pernikahan nikah hendaklah tepat
 • Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran
 • Diucapkan oleh wali atau wakilnya
 • Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah.
 • Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafazkan)
 Contoh bacaan Ijab: Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan/kahwinkan engkau dengan Delia binti Munif dengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai".
 b) Syarat qabul
 • Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab
 • Tiada perkataan sindiran
 • Dilafazkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
 • Tidak diikatkan dengan tempoh waktu seperti mutaah(seperti nikah
 kontrak)
 • Tidak secara taklik(tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)
 • Menyebut nama calon isteri
 • Tidak diselangi dengan perkataan lain

 Contoh sebuatan qabul(akan dilafazkan oleh calon suami) : "Aku terima nikah/perkahwinanku dengan Delia binti Munifdengan mas kahwinnya/bayaran perkahwinannya sebanyak Rp. 300.000 tunai" ATAU "Aku terima Delia binti Munif sebagai isteriku".
c. Adanya Mahar .
 Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin) adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya, kecuali dengan keridhaannya. Allah Berfirman: “Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.”.
Jenis mahar
• Mahar misil : mahar yang dinilai berdasarkan mahar saudara perempuan yang telah berkahwin sebelumnya
 • Mahar muthamma : mahar yang dinilai berdasarkan keadaan, kedudukan, atau ditentukan oleh perempuan atau walinya.

 d. Adanya Wali.
 Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman.
 Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu tidak memiliki hak wali.”

 1.Syarat wali
 • Islam, bukan kafir dan murtad
 • Lelaki dan bukannya perempuan
 • Baligh
 • Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 • Bukan dalam ihram haji atau umrah
 • Tidak fasik
 • Tidak cacat akal fikiran, terlalu tua dan sebagainya
 • Merdeka
 • Tidak ditahan kuasanya daripada membelanjakan hartanya



Jenis-jenis wali
• Wali mujbir: Wali dari bapa sendiri atau datuk sebelah bapa (bapa kepada bapa) mempunyai kuasa mewalikan perkahwinan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya atau tidak(sebaiknya perlu mendapatkan kerelaan calon isteri yang hendak dikahwinkan)
 • Wali aqrab: Wali terdekat mengikut susunan yang layak dan berhak menjadi wali
 • Wali ab’ad: Wali yang jauh sedikit mengikut susunan yang layak menjadi wali, jika ketiadaan wali aqrab berkenaan. Wali ab’ad ini akan berpindah kepada wali ab’ad lain seterusnya mengikut susuna tersebut jika tiada yang terdekat lagi.
 • Wali raja/hakim: Wali yang diberi kuasa atau ditauliahkan oleh pemerintah atau pihak berkuasa negeri kepada orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu

e. Adanya Saksi-saksi.
1. Syarat-syarat saksi
 • Sekurang-kurangya dua orang
 • Islam
 • Berakal
 • Baligh
 • Lelaki
 • Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
 • Boleh mendengar, melihat dan bercakap
 • Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
 • Merdeka


Walimah
 Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
 “Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya” .
 Sebab Haram Nikah
 • Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan keturunannya (haram selamanya) dan ia dijelaskan dalam Al-Qur’an: “Diharamkan kepada kamu mengahwini ibu kamu, anak kamu, adik-beradik kamu, ibu saudara sebelah bapak, emak saudara sebelah ibu, anak saudara perempuan bagi adik-beradik lelaki, dan anak saudara perempuan bagi adik-beradik perempuan.” :
 o Ibu
 o Nenek sebelah ibu mahupun bapa
 o Anak perempuan & keturunannya
 o Adik-beradik perempuan seibu sebapa atau sebapa atau seibu
 o Anak perempuan kepada adik-beradik lelaki mahupun perempuan, iaitu semua anak saudara perempuan
 o Emak saudara sebelah bapa (adik-beradik bapa)
 o Emak saudara sebelah ibu (adik-beradik ibu)
 • Perempuan yang diharamkan menikah dengan lelaki disebabkan oleh susuan ialah:
 o Ibu susuan
 o Nenek dari sebelah ibu susuan
 o Adik-beradik perempuan susuan
 o Anak perempuan kepada adik-beradik susuan lelaki atau perempuan
 o Emak saudara sebelah ibu susuan atau bapa susuan
 • Perempuan mahram bagi lelaki kerana persemendaan ialah:
 o Ibu mertua dan ke atas
 o Ibu tiri
 o Nenek tiri
 o Menantu perempuan
 o Anak tiri perempuan dan keturunannya
 o Adik ipar perempuan dan keturunannya
 o Emak saudara kepada isteri
 • Anak saudara perempuan kepada isteri dan keturunannya

2.3 Tujuan dan Hikmah Pernikahan Menurut Islam
 Kompilasi Hukum Islam merumuskan bahwa tujuan perkawinan (pernikahan) adalah “untuk mewujudkan kehidupan rumahtangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah:, yaitu rumahtangga yang tenteram, penuh kasih sayang, serta bahagia lahir dan batin.
 Rumusan ini sesuai dengan firman Allah SWT :
 Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ruum (30) : ayat 21)
 Tujuan perkawinan tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat biologis yang menghalalkan hubungan seksual antara kedua belah pihak, tetapi lebih luas, meliputi segala aspek kehidupan rumah tangga, baik lahiriah maupun batiniah.
 Sejalan dengan tujuannya, perkawinan memiliki sejumlah hikmah atau keuntungan bagi orang yang melakukannya. Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (3, Ajaran, Perkawinan halaman 66), serta menurut Sayid Sabiq, ulama fikih kontemporer (I. Istanha, Mesir, 1915) dalam bukunya Fiqh as-Sunnah, mengemukakan sebagai berikut :
1. Dapat menyalurkan naluri seksual dengan cara sah dan terpuji.
 Bagi manusia, naluri tersebut sangat kuat dan keras serta menuntut adanya penyaluran yang baik. Jika tidak, dapat mengakibatkan kegoncangan dalam kehidupannya. Dengan perkawinan, kehidupan manusia menjadi segar dan tenteram serta terpelihara dari perbuatan keji dan rendah (QS. Ar-Ruum (30) : ayat 21).
2. Memelihara dan memperbanyak keturunan dengan terhormat, sehingga dapat menjaga kelestarian hidup umat manusia.
 Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. An-Nisa’ (4): ayat 1)
 Allah menjadikan bagi kamu isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?” (QS. An-Nahl (16): ayat 72)
3. Naluri keibuan dan kebapakan akan saling melengkapi dalam kehidupan rumahtangga bersama anak-anak.
 Hubungan itu akan menumbuhkan rasa kasih sayang, sikap jujur, dan keterbukaan, serta saling menghargai satu sama lain sehingga akan meningkatkan kualitas seorang manusia. (QS.30:21, 16:72).
4. Melahirkan organisasi (tim) dengan pembagian tugas/tanggungjawab tertentu, serta melatih kemampuan bekerjasama.
 Tugas intern pengaturan rumahtangga termasuk memelihara dan mendidik anak yang umumnya menjadi tugas utama isteri dan tentunya harus bekerjasama dengan suami; mencari nafkah yang menjadi kewajiban suami dapat dibantu oleh istrinya; pengelolaan keuangan yang sebaiknya menjadi bagian dari isteri, namun dengan seijin suami dalam pembelanjaannya. Ini semua meningkatkan sikap disiplin, rajin, kerja keras, syukur, sabar, dan tawakal.
5. Terbentuknya tali kekeluargaan dan silaturahmi antar keluarga, sehingga memupuk rasa sosial dan dapat membentuk masyarakat yang kuat serta bahagia.
Dalam agama Islam, syarat perkawinan adalah :
 (1) persetujuan kedua belah pihak,
 (2) mahar (mas kawin),
 (3) tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan.
 Bila syarat perkawinan tak terpenuhi, maka perkawinan tersebut tidak sah atau batal demi hukum.
 Sedangkan rukun perkawinan adalah :
 (1) calon suami,
 (2) calon isteri,
 (3) wali,
 (4) saksi dan
 (5) ijab kabul.

Tata Cara Perkawinan Dalam Islam
 Islam adalah agama yang syumul (universal). Agama yang mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan sepele. Termasuk tata cara perkawinan Islam yang begitu agung nan penuh nuansa. Dan Islam mengajak untuk meninggalkan tradisi-tradisi masa lalu yang penuh dengan upacara-upacara dan adat istiadat yang berkepanjangan dan melelahkan serta bertentangan dengan syariat Islam. Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah yang Shahih. Dalam kesempatan kali ini redaksi berupaya menyajikannya secara singkat dan seperlunya. Adapun Tata Cara atau Runtutan Perkawinan Dalam Islam adalah sebagai berikut:

 I. Khitbah (Peminangan)
 Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq 'alaihi). Dalam khitbah disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (HR: [shahih] Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi). 

 II. Aqad Nikah
 Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
 a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
 b. Adanya Ijab Qabul.
 c. Adanya Mahar.
 d. Adanya Wali.
 e. Adanya Saksi-saksi.
 Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.

III. Walimah
 Walimatul 'urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasululloh shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.  Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya: "Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya". (HR: [shahih] Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah). 
 Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya: "Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa". (HR: [shahih] Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu Sa'id Al-Khudri).

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
 Perkawinan adalah ikatan yang sangat penting, karena mengatur dan menata pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim, dengan ijab kabul supaya pergaulannya syah. Dari perkawinan ini akan mendapatkan anak keturunan yang menjadi harapan setiap pasangan suami istri, sebab anak merupakan kelanjutan keturunan yang akan memberi pengaruh terhadap kehidupan umat di masa yang akan datang.


Kritik dan Saran
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin,2008,Pendidikan Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara
Abdullah Nashih Ulwan, Mengembangkan Kepribadian Anak, Terjemahan oleh Khalilullah Ahmas Masjkur Hakim, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,1992.
Abdul Ghani'Abud, Keluarga Muslim dan Berbagai Masalahnya, Terjemahan oleh Mudzakkir AS, Pustaka, Bandung,1987.
Abdul Malik Bahri, Filsafat Pendidikan, Biro Penerbitan Falkutas Tarbiyah, IAIN Sunan Ampel, Tulungagung,1994.
Azzam, Abdullah. Aqidah Landasan Pokok Membina Umat. Jakarta : Gema Insani press,1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar